Gerbang1news.com, Bandarlampung – Masih Belum jelas (MJ) proses penyidikan peningkatan status dan penetapan tersangka atas dugaan Korupsi berjamaah di Sekretariat DPRD Tanggamus yang melibatkan 44 Anggota DPRD di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Hutamrin, dimutasi sebagai Kepala Subdirektorat Pemantauan pada Direktorat Teknologi Informasi dan Produksi Intelijen Jamintel Kejagung.
Mutasi ini tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung Nomor: Kep-IV-334/C/07/2023 tanggal 20 Juli 2023 dan Surat tersebut diteken Jaksa Agung Bidang Pembinaan Kejagung Bambang Sugeng Rukmono.
Posisinya digantikan oleh Muhammad Amin, yang sebelumnya menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Selain Aspidsus, Asdatun Kejati Lampung ditempati pejabat baru yakni Dwi Indrayati yang sebelumnya menjabat Kajari Banyumas.
Saat dimintai tanggapan terkait mutasi ditengah tengah proses penyidikan terhadap kasus ddugaan korupsi Sekretariat DPRD yang melibatkan 44 Anggota DPRD Tanggamus, Senin (24/007/2023), Hutamrin enggan menjawab dengan alasan silahkan tanyakan ke Kasipenkum.
Namun dirinya tidak menapik adanya proses mutasi yang terjadi dan diketahuinya sore ini merupakan bagian dari wewenang pimpinan.
“Saya ini hanya jabatan prestis dan saya bekerja atas perintah pimpinan,” timpalnya.
Sementara itu, Kasipenkum Kejati Lampung I Made Agus Putra, belum memberi tanggapan terkait mutasi Aspidsus Kejati Lampung.
Diketahui, Kejati Lampung meningkatkan kasus dugaan mark-up di sekretariat DPRD Tanggamus ke tahap penyidikan.
Meski begitu, Kejati belum menetapkan tersangka pada perkara yang diperkirakan merugikan negara Rp7,7 miliar tersebut.
Hal ini diketahui dari ekspose yang dipimpin Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Hutamrin, di Kejati Lampung, Rabu (12/7/2023) lalu.
Menurut dia, mark-up dilakukan pada biaya penginapan dalam anggaran perjalanan dinas paket meeting dalam dan luar kota tahun 2021.
Anggaran diperuntukkan bagi 45 legislator Tanggamus. Rinciannya, empat pimpinan dewan dan 41 anggota DPRD.
Total jumlah anggaran adalah Rp14,3 miliar lebih dengan realisasi Rp12,9 miliar.
Adapun modusnya dengan melampirkan tagihan biaya kamar hotel lebih tinggi dari surat pertanggungjawaban (SPj) yang ditetapkan.
“Selain itu, ada tagihan hotel fiktif. Nama tamu di bill (tagihan) hotel dan SPj tidak pernah menginap berdasarkan sistem di hotel,” ucapnya.
Modus terakhir, berdasar catatan dari sistem komputer hotel tempat menginap ditemukan satu kamar diisi dua anggota DPRD.
“Namun bill hotel yang dilampirkan di dalam SPJ dibuat untuk masing-masing nama (dobel bill) dan kemudian harganya di-mark-up,” ungkapnya.
Biaya hotel perjalanan dinas luar dan dalam kota dibagi beberapa daerah. Antara lain Bandarlampung enam hotel, Jakarta 2, Jawa Barat 12, dan Sumatera Selatan 7.
Hutamrin mengungkapkan bill hotel yang dilampirkan di SPJ bukan dikeluarkan oleh pihak hotel. Namun, dicetak empat travel, yakni travel W, SWI, A, dan AT.
Namun, setelah dilakukan eksposes, pihak Kejati Lampung sempat meminta awak media untuk menarik kembali pemberitaan tersebut.
Menurut Kepala Kejati Lampung Nanang Sigit Yulianto permintaan take down karena Surat Perintah Penyidikan (Sprindik/SPDIK) perkara dugaan korupsi di DPRD Tanggamus belum ditandatangani.(rl)